Institut Pasteur du Cambodge (IPC), sebuah lembaga penelitian medis di Kamboja mengatakan kemungkinan cacar monyet (Monkeypox) untuk menjadi wabah secara meluas masih tergolong rendah. Hal ini jika didasarkan pada faktor biologi virus dan cara penularannya. Pernyataan tersebut pun menegaskan bahwa wabah Monkeypox skala pandemi tidak mungkin terjadi.
Kendati demikian, para ahli mengimbau agar negara negara Asia mewaspadai infeksi penyakit tersebut saat perjalanan internasional meningkat. "Virus ini menyebar hanya melalui kontak fisik dekat dengan seseorang yang telah memiliki gejala, dengan penularan melalui cairan tubuh, nanah, air liur dan koreng," kata IPC. Namun, melihat masa inkubasi penyakit tersebut bisa mencapai 21 hari, tentunya ini dapat menambah risiko yang ditimbulkan oleh aktivitas perjalanan internasional, karena gejalanya akan muncul lebih lama.
Dikutip dari laman Asia News, Rabu (8/6/2022), menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Monkeypox merupakan zoonosis virus dengan gejala yang mirip dengan yang terlihat pada pasien cacar. Kasus Monkeypox kali pertama diidentifikasi pada 1970 di Republik Demokratik Kongo. Sedangkan kasus pertama dalam wabah yang terjadi saat ini dilaporkan di Inggris pada 7 Mei lalu pada seorang pelancong dari Nigeria.
Sementara itu, Thailand melaporkan kasus Monkeypox pertamanya pada seorang penumpang pesawat dari Eropa yang transit selama sekitar 2 jam di Bangkok sebelum melanjutkan penerbangan ke Australia. Menurut pengarahan yang dilakukan oleh Pusat Administrasi Situasi Covid 19 pada 2 Juni lalu, tidak ada kasus lain yang dilaporkan di Thailand. Namun, Kementerian Kesehatan Masyarakat negara itu telah meminta rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk memantau kasus infeksi virus ini.
Banyak negara lain di kawasan itu juga memperketat pengawasan mereka terhadap virus tersebut. Di Kamboja, alarm dinaikkan setelah negara itu mendeteksi 6 kasus yang diduga Monkeypox. Otoritas kesehatan setempat kemudian mengumumkan pada 2 Juni lalu bahwa semua orang yang dicurigai, dinyatakan negatif virus melalui tes laboratorium yang dilakukan oleh IPC.
Negara negara seperti Filipina, Vietnam dan Laos juga mulai memperketat pengawasan di bandara atau gerbang perbatasan. "Karena pengalaman global baru baru ini dalam menangani pandemi virus corona (Covid 19), kekhawatiran akan infeksi virus baru tentunya dapat dimengerti,” kata Ahli Virologi dari Pusat Keunggulan dalam Virologi Klinis di Universitas Chulalongkorn di Thailand, Sompong Vongpunsawad. Sompong mengatakan bahwa Monkeypox tidak terlalu menulat dibandingkan cacar.
Sehingga tidak mungkin vaksin khusus untuk Monkeypox dikembangkan, karena tingkat kematiannya yang tergolong rendah. "Banyak negara sedang mempertimbangkan untuk menggunakan vaksin cacar yang ada untuk mencegah infeksi Monkeypox," jelas Sompong. Thailand pun telah meminta WHO untuk pengadaan vaksin cacar sebagai tindakan pencegahan.
Sementara itu Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korea mengatakan Korea Selatan memiliki persediaan vaksin yang cukup untuk melindungi warganya dari Monkeypox. Agar negara negara dapat lebih mempersiapkan diri, IPC menekankan bahwa semua upaya harus dilakukan untuk mendeteksi, mencegah, dan menahan virus tersebut. Asisten Profesor Klinis di Rumah Sakit Universitas Soon Chun Hyang di Korea Selatan, David Kwak mengatakan virus itu berkembang dengan sangat cepat dan memiliki potensi penyebaran yang lebih besar.
"Penting untuk tidak menstigmatisasi penyakit ini sebagai penyakit menular seksual, namun mirisnya, penyakit ini juga dapat menyebar melalui kontak erat," kata Kwak. Korea Selatan belum mendeteksi kasus apapun hingga saat ini, namun otoritas kesehatannya mengatakan pada 31 Mei lalu bahwa mereka berencana untuk menempatkan Monkeypox dalam daftar penyakit menular level II dari penerapan sistem hingga level IV.